jatiluwih

jatiluwih

Kamis, 28 Juli 2011

Sejarah Kubontingguh

Sejarah Desa Denbantas tidak bisa dilepaskan dari sejarah keberadaan pura dalem purwa kubontingguh. Pura Dalem Kubbontingguh merupakan sebuah pura kuno, yang memiliki status ganda yakni sebagai pura khayangan jagat, yang mana sangat berkaitan erat dengan sejarah pendirian pura dan sebagai pura tri khayangan Desa Adat Kubontingguh.

Sejarah pendirian Pura Kahyangan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh yang bersumber dari data tertulis seperti halnya prasasti, prakempa, purana ataupun babad, sampai saat ini belum dapat ditemukan. Minimnya sumber tertulis yang khusus menguraikan tentang keberadaan Pura Khayangan Jagat Dalem mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain panjangnya perjalanan waktu yang telah dilewati sehingga sangat memungkinkan adanya data-data yang hilang. Selain itu, tradisi penulisan segala sesuatu berkaitan dengan peristiwa belum membudaya di masa yang lalu.
            Secara etimologi, purwa kubontingguh berasal dari kata purwa, bun, dan tingguh. Arti kata purwa = wit/paling timur/utara = ulu/asal; bun = batang pohon = kekuatan; tingguh = tunggak = tangguh. Dengan demikian, purwa kubontingguh secara etimologi berarti asal kekuatan yang tangguh.
            Hasil kajian bersama Tim Arkeologi Denpasar yang didapat dan dikaji dari batu sakral yang ada dan berbagai sumber bahwa pada jaman batu/jaman megalitik (abad ke-2) keberadaan Pura Dalem purwa Kubontingguh telah ada. Berkenaan dengan itu, pada ukiran di samping kanan Gedong Agung Pura Dalem Purwa Kubontingguh terdapat chronogram yang merupakan pembangunan/perbaikan pada saat itu, sebagai berikut: Dewa Api, burung, senjata cakra, badan. Melihat komposisi gambar relief seperti itu, alternatif untuk membacanya harus dimulai dari belakang, yakni badan atau angga bernilai satu (1), senjata cakra bernilai lima (5), burung atau hewan bernilai enam (6), api atau dewa api bernilai tiga (3). Dengan demikian, relief ini dibaca dengan nilai atau angka tahun 1563 saka atau 1641 masehi.
            Di dalam Gedong Agung Pura Dalem Kubontingguh ditempatkan beberapa benda sakral seperti batu, arca dan senjata (pajenengan) yang keberadaannya sangat sulit ditentukan asal usulnya. Pada saat pelebaran Pura tahun 1974, ditemukan dua buah gelang perunggu besar dan pada tahun 2001 disaat pembangunan wantilan dan perataan tanah parkir diketemukan batu lingga yoni. Kemudian, pada pujawali Buda Manis Medangsia tanggal 4 Januari 2004 Ida Betara Dalem Purwa Kubontingguh, tiga hari setelah upacara (penyineban) ada penyampaian melalui tapakan Ida Betara, agar batu Lingga Yoni tersebut dibuatkan palinggih di Kawan.
            Melalui diskusi pengurus Pura akhirnya pada malam hari Buda Kliwon Pagerwesi 29 Desember 2004 Bendesa Pura/BenDesa Adat Kubontingguh mengadakan upacara (mepinunas) di Pura Dalem Purwa Kubontingguh beserta semua pemangku, Ketua pemerajanan Ageng dan Kelihan Adat se-Desa Adat Kubontingguh tentang Purana Pura lan Lingga Yoni. Malam harinya, Ida Perbekel Gede Sakti melalui tapakan Ida Betara menyampaikan tentang keberadaan Pura Khayangan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh dan Lingga Yoni sebagai berikut:
            Pada waktu Rsi Markandia dari India meyebarkan agama menuju Jawa Dwipa dan selanjutnya ke Pulau Bali menuju Batu Karu yang akhirnya merabas hutan belantara sampai di suatu tempat yang selanjutnya membuat gubuk di atas tonggak-tonggak kayu (bun-bun besar) sebagai sandaran atau peningguk yang sudah mendapat kekuatan dari Sang Banas Pati. Di suatu hari, gubuk itu mengeluarkan sinar (teja) yang merupakan pemberian kekuatan dari Sang Hyang Tunggal. Dari gubuk yang berada di atas tonggak bun sebagai peningguk yang sangat tangguh yang sekarang bernama Kubontingguh sebagai pesraman Sang Maha Yogi.
            Batu Lingga Yoni yang ditempatkan di Candi Batara Kerihinan yang asal usulnya terkait dengan Pura Batu Karu dan yang berada di Lingga Yoni tersebut adalah Sang Hyang Pasupati, yang berlokasi di Banwa Kawan (Ka: Dewata Agung; jWa: teja/sinar; Na: ada). Pura Khayangan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh merupakan kawitan manusia/umat Hindu karena merupakan asal kekuatan sehingga bagi para yang bisa datang sujud bakti di hadapan Beliau sudah jelas mendapatkan keselamatan. Sekian lama Bali ditaklukkan oleh Majapahit. Pada tahun 1352 atau abad ke 13 Sang Subakti Betara Arya Kenceng mendapatkan wahyu kekuatan (kedirgayusan) sehingga Beliau berkata “ keturunannya mesti sujud di hadapan Pura Khayangan Jagat dalem Kubontingguh “.
Pura Khayagan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat suci untuk memohon kekuatan manifestasi Tuhan yakni saktinya Siwa dalam wujud Bhatari Durga pelebur sarwa malapetaka, melalui sarana dan prasarana di Pura tersebut dengan tata aturan upacara spiritual sesuai dengan Desa Kala Patra Adat setempat. Dengan fungsinya yang bersifat luas ini diyakini oleh seluruh lapisan masyarakat ummat sedharma sebagai tempat mohon pengelukatan dasa mala.
2.      Oleh masyarakat pengempon yaitu Desa Adat besar Kubontingguh, Pura Khayangan Jagat Dalem Purwa ini difungsikan sebagai tempat suci memuja kebesaran Bhatari Durga sebagai sakti Siwa dalam kaitannya dengan Tri Murti Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga bagi masyarakat pengempon, Pura  ini sebagai salah satu Pura Tri Khayangan Desa Adat Kubontingguh, sebagaimana layaknya persyaratan sebuah Desa Adat.
3.      Bagi para subak Adat kubontingguh dan subak yang berada di hilir Pura, juga dimanfaatkan sebagai tempat memohon keberhasilan pertanian khusunya pascapagan dari segi spiritual. Upacara tersebut lazim disebut Pengrastiti Subak, dimana waktunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi tanaman di sawah, mulai dari ngendag, memilih bibit, penanaman hingga menghaturkan sarin tahun di Pura Khayangan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh.
Dikaji dari fungsi tersebut di atas, Pura Khayangan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh berstatus ganda yaitu:
1.      Pura Khayagan jagat berstatus umum dicirikan dengan sejarah Pura dan kehadiran para Pemedek memohon kerahayuan dari berbagai pelosok tanah air dengan tidak mengenal asal usul, pangkat, golongan dan lain sebagainya. Kehadiran para subhakti bukan hanya pada saat hari piodalan saja, namun juga pada waktu-waktu tertentu.
2.      Disamping itu pula, Pura Khayangan Jagat Dalem Purwa Kubontingguh juga berstatus Pura Tri Khayangan desa Adat dari Desa Adat Kubontingguh
3.      Dari kekuatan luas pancaran spiritual pura ini demikian juga sumber mata air yang dimiliki dengan berwasyat ganda, dalam perkembangan pengaci umat sedharma mengakibatkan Pura ini juga berstatus sebagai Pengrastiti Subak (Pura Khayangan Jagat Kubontingguh, 2004:5-7).
Pada awalnya Desa Denbantas bernama bernama sama dengan nama Pura Kubontingguh, yakni Desa Kubontingguh karena keberadaan Pura Kubontingguh sangatlah sentral bagi desa. Akan tetapi pertengahan tahun 1930, Desa Kubontingguh dipimpin oleh kepala desa yang berasal dari Denbantas. Pada masa inilah nama Desa Kubontingguh berubah menjadi Desa Denbantas. Yang disebabkan karena Desa Kubontingguh merupakan batas paling utara dari Desa Tabanan yang menjadi pusat pemerintahan pada saat itu.
Denbantas berasal dari kata den yang berarti utara dan bantas yang berarti batas. Kemudian berdasarkan undang-undang nomor: 5 tahun 1979 keputusan menteri dalam negeri no 44 tahun 1980, maka Desa Denbantas berubah menjadi Kelurahan Denbatas, yang mana pada tahun 2001 berdasarkan perda no. 20 tahun 2001 tentang penghapusan kelurahan, Kelurahan Denbantas kembali menjadi Desa Denbantas. Sedangkan nama kubontingguh itu sendiri dipergunakan sebagai nama desa adat, yaitu Desa Adat Kubontingguh (Profil Pembangunan Desa Denbantas 2008-2009:4-5).

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More